^ Scroll to Top

Wednesday, November 26, 2008

Di Kala Iman Tergoda

Matahari telah tergelincir. Seorang lelaki terlihat bersegera menuju masjid ketika adzan zuhur dikumandangkan dari sebuah masjid kampus. Lelaki itu berwudhu dan menunaikan solat nawafil. Lalu ia menjadi makmum di shaff terdepan. Solat wajib ia laksanakan dengan ruku' dan sujud yang sempurna. Setelah solat tak lupa ia memuji nama Tuhannya dan memanjatkan doa untuk dirinya, ibu, ayahnya dan untuk ummat Muhammad saw yang sedang berjihad fii sabilillah.

Sebelum menuju kelas untuk kuliah, lelaki itu sempat bersalam-salaman dengan beberapa jamaah lain. Dengan raut wajah yang bersahaja, ia sedekahkan senyuman terhadap semua orang yang ditemuinya. Ucapan salam pun ditujukannya kepada para akhwat yang ditemuinya di depan masjid.

Lelaki yang bernama Ali itu kemudian segera memasuki ruang kelasnya. Ia duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku berjudul "Langitpun Tergoncang'. Buku berkisar tentang hari akhirat itu dibacanya dengan tekun. Sesekali ia mengerutkan dahi dan dan sesekali ia tersenyum simpul.

Ali sangat suka membaca dan meyukai ilmu Allah yang berhubungan dengan hari akhir kerana dengan demikian ia dapat membangkitkan rasa cinta akan kampung akhirat dan tidak terlalu cinta pada dunia. Prinsipnya adalah "Bekerja untuk dunia seakan hidup selamanya dan beribadah untuk akhirat seakan mati esok."

Sejak setahun belakangan ini, Ali selalu berusaha mencintai akhirat. Sunnah Rasululah saw ia gigit kuat dengan gigi gerahamnya agar tak terjerumus kepada bid'ah. Ali selalu menyibukkan diri dengan segala Islam. Ia sangat membenci sekularisme kerana menurutnya, sekularisme itu tidak masuk akal. Bukankah ummat Islam mengetahui bahwa yang menciptakan adalah Allah swt, lalu mengapa mengganti hukum Tuhannya dengan hukum ciptaan dan pandangan manusia? Bukankah yang menciptakan lebih mengetahui keadaan fitrah ciptaannya?

Allah swt yang menciptakan, maka sudah barang tentu segala sesuatunya tak dapat dipisahkan dari hukum Allah. Katakan yang halal itu halal dan yang haram itu haram, kerana pengetahuan yang demikian datangnya dari sisi Allah.

Sementara Ali membaca bukunya dengan tekun, dua mahasiswi yang duduk tak jauh dari Ali bercakap-cakap membicarakan Ali. Mereka menyukai sekali, Ali yang amat tampan dan juga pintar, namun belum mempunyai kekasih, padahal banyak mahasiwi cantik di kampus ini yang suka padanya. Tapi tampaknya Ali tidak ambil peduli. Sikapnya itu membuat para wanita menjadi penasaran dan justru banyak yang ber-tabarruj di hadapannya. Kedua wanita itu terus bercakap-cakap hingga lupa bahwa mereka telah sampai kepada tahap ghibah.

Ali memang tak mahu ambil tahu tentang urusan wanita kerana ia yakin jodoh di tangan Allah swt. Namun tampaknya iman Ali kali ini benar-benar diuji oleh Allah SWT.

Ali menutup bukunya ketika pensyarah telah masuk kelas. Tampaknya sang pensyarah tak sendirian, di belakangnya ada seorang mahasiswi yang kelihatan malu-malu memasuki ruang kelas dan segera duduk di sebelah Ali. Ali merasa belum pernah melihat gadis ini sebelumnya. Saat pensyarah mengabsen satu persatu, tahulah Ali bahwa gadis itu bernama Nisa.

Tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Jantungnya berdegup keras. Bukan lantaran suka, tapi kerana Ali selalu menundukkan pandangan pada semua wanita, sesuai perintah Allah SWT dalam Al Qur'an dan Rasulullah saw dalam hadits. "Astaghfirullah…!", Ali beristighfar.

Pandangan pertama adalah anugerah atau lampu hijau. Pandangan kedua adalah lampu kuning. Ketiga adalah lampu merah. Ali sangat khawatir bila dari mata turun ke hati kerana pandangan mata adalah panah-panah iblis.

***

Pada pertemuan kuliah selanjutnya, Nisa yang sering duduk di sebelah Ali, kian merasa aneh kerana Ali tak pernah menatapnya kala berbicara. Ia lalu menanyakan hal itu kepada Utsman, teman dekat Ali. Mendengar penjelasan Utsman, tumbuh rasa kagum Nisa pada Ali.

"Aku akan tundukkan pandangan seperti Ali", tekad Nisa dalam hati.

Hari demi hari Nisa mendekati Ali. Ia banyak bertanya tentang ilmu agama kepada Ali.

Kerana menganggap Nisa adalah ladang da'wah yang potensial, Ali menanggapi dengan senang hati.

Hari berlalu… tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Ada bisikan yang berkata, "Sudahlah pandang saja, lagipun Nisa itu tidak terlau cantik.. Jadi mana mungkin kamu jatuh hati pada gadis seperti itu" Namun bisikan yang lain muncul, "Tundukkan pandanganmu. Ingat Allah! Cantik atau tidak, dia tetaplah wanita." Ali gundah. "Kurasa, jika memandang Nisa, tak akan membangkitkan syahwat, jadi mana mungkin mata, pikiran dan hatiku ini berzina."

Sejak itu, Ali terus menjawab pertanyaan-pertanyaan Nisa tentang agama, tanpa ghadhul bashar kerana Ali menganggap Nisa sudah seperti adik… , hanya adik.

Ali dan Nisa kian dekat. Banyak hal yang mereka diskusikan. Masalah ummat maupun masalah agama. Bahkan terlalu dekat…

Hampir setiap hari, Ali dapat dengan bebas memandang Nisa. Hari demi hari, minggu demi minggu, tanpa disadarinya, ia hanya memandang satu wanita, NISA! Kala Nisa tak ada, terasa ada yang hilang. Tak ada teman diskusi agama…, tak ada teman berbicara dengan tawa yang renyah.., tak ada…wanita. Lub DUBB!!! Jantung Ali berdebar keras, bukan kerana takut melanggar perintah Allah, namun kerana ada yang berdesir di dalam hati…kerana ia… mencintai Nisa.

Bisikan-bisikan itu datang kembali… "Jangan biarkan perasaan ini tumbuh berkembang. Cegahlah semampumu! Jangan sampai kamu terjerumus zina hati…! Cintamu bukan kerana Allah, tapi kerana syahwat semata."
Tapi bisikan lain berkata, "Cinta ini indah bukan? Memang indah! Sayang sekali jika masa muda dilewatkan dengan ibadah saja. Bila lagi kamu dapat melewati masa kampus dengan manis. Lagipula jika kamu berpacaran kan secara sihat, secara Islami.. 'Benar juga.."

Ali mengangguk-anggukkan kepalanya. "Manalah ada pacaran Islami, bahkan hatimu akan berzina dengan hubungan itu. Matamu juga berzina kerana memandangnya dengan syahwat. Hubungan yang halal hanyalah pernikahan. Selain itu tidak!!! Bukankah salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mengubur zina?", bisikan yang pertama terdengar lagi.

Terdengar lagi bisikan yang lain, "Terlalu banyak aturan! Begini zina, begitu zina. Jika langsung menikah, bagaimana jika tidak sesuai? Bukankah harus ada beramah-mesra dulu agar saling mengenal! Apatah lagi kamu baru kuliah tahun pertama. Nikah susah!"

Terdengar bantahan, "Benci kerana Allah, cinta kerana Allah. Jika pernikahanmu kerana Allah, Insya Allah, Dia akan redha padamu, dan akan tenteram keluargamu. Percayalah pada Tuhan penciptamu! Allah telah tentukan jodohmu. Contohlah Rasululah SAW, hubungan beliau dengan wanita hanya pernikahan."

Bisikan lain berkata. "Bla.., bla.., Ali,… masa muda.., masa muda…, jangan sampai disia-siakan, rugi!"

Ali berfikir keras. Kali ini imannya benar-benar dilanda godaan hebat. Syaitan telah berhasil memujuknya dengan perangkapnya yang selalu berjaya sepanjang zaman, iaitu wanita.

Ali mengangkat gagang telefon. Jari-jarinya bergetar menekan nomor telepon Nisa. "Aah.., aku tidak berani." Ali menutup telefon.
Bisikan itu datang lagi, "Menyatakannya, lewat surat saja, supaya romantis…!" "Aha! Benar! " Ali mengambil selembar kertas dan menuliskan isi hatinya. Ia bercadang akan memberikan kepada teman rapat Nisa. Jantung Ali berdebar ketika dari kejauhan ia melihat Nisa terlihat menerima surat dari temannya dan membaca surat itu.

***

Esoknya, Utsman mengantarkan surat balasan dari Nisa untuk Ali, sembari berkata, "Nisa hari ini sudah pakai jilbab, dia jadi cantik lho. Sudah jadi akhawwat!"

Ali terkejut mendengarnya, namun rasa penasarannya membuatnya lebih memilih untuk membaca surat itu terlebih dahulu daripada merenungi ucapan Ustman tadi. Ali membaca surat itu dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar tak menyangka akan penolakan yang bersahaja namun cukup membuatnya merasa ditampar keras. Nisa menuliskan beberapa ayat dari Al Qur'an, isinya :

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An Nuur : 30)

"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati."(QS. Al Mu'minuun : 19).

Ali menghela nafas panjang… Astaghfirullah… Astaghfirullah… Hanya ucapan istighfar yang keluar dari bibirnya. Pandangan khianatku sungguh terlarang. Memandang wanita yang bukan muhrim. Ya Allah… kami dengar dan kami taat. Astaghfirullah…

(Judul asli: "Kala Iman Tergoda", dengan sedikit pembetulan. Pernah diterbitkan di Bulletin Biru SMUNSA Bogor No. 01/I/23 Shafar 1421 H)








"Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berbahaslah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik; sesungguhnya Tuhanmu Dialah jua yang lebih mengetahui jalan orang yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah jua yang lebih mengetahui akan orang yang mendapat hidayah petunjuk."
(Surah an-Nahl: ayat 125)

Keberatan maut dan ke`ngeri`an nya

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas bin Malik r.a. berkata bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Maan ahabba liqaa Allah, anabballahu liqaa'ahu wamam karina liqaa Allahi karihallahu liqq'ahu bermaksud: Siapa yang suka bertemu kepada Allah, maka Allah suka menerimanya dan siapa yang tidak suka bertemu kepada Allah, Allah juga tidak suka menerimanya.

Seseorang mukmin bila dalam sakaratul maut, mendapat khabar gembira bahawa ia diridhoi Allah s.w.t. dan akan mendapat syurga, maka ia lebih suka segera mati daripada terus hidup, maka Allah s.w.t. menyambutnya dengan limpahan kurnia rahmatNya dan sebaliknya orang kafir ketika melihat siksa Allah s.w.t. yang akan diterimanya, ia akan menangis dan enggan (tidak suka) mati dan Allah s.w.t. juga menjauhkannya dari rahmat dan akan menyiksanya.

Sufyan Atstsauri berkata: "Hadis ini tidak bererti bahawa kesukaan mereka untuk bertemu kepada Allah s.w.t. itu yang menyebabkan Allah s.w.t. kasih kepada mereka, bahkan bererti kesukaan mereka untuk bertemu dengan Allah s.w.t. kerana Allah s.w.t. kasih kepada mereka. Sebagaimana ayat Yuhibbuhum wayuhibbunahu (yang bermaksud) Allah kasih kepada mereka, maka mereka cinta kepada Allah juga. Juga didalam hadis: Idza ahabballahu abdan syagholahu bihi (yang bermaksud) Jika Allah kasih kepada seorang hamba, maka disibukkan dengan dzikir dan selalu ingat kepadanya."

Ketika Rasulullah s.a.w. menyatakan bahawa siapa yang tidak suka bertemu kepada Allah s.w.t. maka Allah s.w.t. tidak suka bertemu kepadanya. Sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita semua tidak suka mati." Jawab Rasulullah s.a.w. "Bukan itu, tetapi seorang mukmin bila akan mati datang Malaikat yang membawa khabar gembira kepadanya apa yang dijanjikan oleh Allah s.w.t. sebaliknya orang kafir jika akan mati datang Malaikat yang mengancamnya dengan siksaan Allah s.w.t., yang akan dihadapi sehingga ia tidak suka bertemu kepada Allah s.w.t."

Abul-Laits dengan sanadnya dari Jabir r.a. berkata bahawa Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: Hadditsu an Bani Isra'il wala haraj, fa innahum qaumun qad kaana fahimul a'aajib (yang bermaksud) Kami boleh bercerita tentang bani Isra'il, dan tidak ada dosa, kerana pada mereka telah terjadi berita-berita yang aneh-aneh (ganjil-ganjil).

Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. menceritakan: Terjadi serombongan Bani Isra'il keluar sehingga sampai diperkuburan, lalu mereka berkata: "Andaikata kita sembahyang disini kemudian berdoa kepada Tuhan supaya keluar salah seprang yang telah mati disini lalu menerangkan kepada kami bagaimana soal mati, maka sembahyanglah mereka kemudian berdoa, tiba-tiba ada orang telah menonjolkan kepalanya dari kuburan berupa hitam, lalu bertanya: "Hai kaum, apakah maksudmu, demi Allah saya telah mati sejak sembilan puluh tahun yang lalu, maka hingga kini belum hilang juga rasa pedihnya mati kerana itu berdoalah kamu kepada Allah untuk mengembalikan aku sebagaimana tadi, padahal orang itu diantara kedua matanya ada tanda bekas sujud."

Abul-Laits berkata: "Siapa yang yakin akan mati maka seharusnya bersiap sedia menghadapinya dengan melakukan amal yang soleh (baik) dan meninggalkan amal kejahatan (dosa), sebab ia tidak mengetahui bilakah datangnya mati itu kepadanya, sedang Nabi Muhammad s.a.w. telah menerangkan pada umatnya supaya mereka benar-benar bersiap-siap untuk menghadapinya dan supaya mereka sanggup sabar dan tabah menghadapi penderitaan dunia, sebab penderitaan dunia ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan siksaan akhirat sedang maut itu termasuk dari siksaan akhirat."

Abdullah bin Miswar Al-Hasyimi berkata: "Seorang datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan berkata: "Saya datang kepadamu supaya kau ajarkan kepadaku ilmu-ilmu yang ganjil." Ditanya oleh Nabi Muhammad s.a.w.: "Kau telah berbuat apa terhadap pokok ilmu? Orang itu bertanya: "Apakah itu pokok ilmu?" Nabi Muhammad s.a.w. bertanya: "Apakah kau telah mengenal Tuhan Azzawajalla.? Jawabnya: "Ya." Nabi Muhammad s.a.w. bertanya lagi: "Maka apakah yang telah kau kerjakan pada haknya?" Jawabnya: "Masyaallah. (Yakni apa yang dapat dikerjakan). Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Laksanakan itu sebenar-benarnya, kemudian kamu kembali untuk saya ajarkan kepadamu ilmu yang ganjil-ganjil." Kemudian setelah beberapa tahun ia datang kembali maka Nabi Muhammad s.a.w. bersabda kepadanya: "Letakkan tanganmu didadamu (hati), maka apa yang kau tidak suka untuk dirimu, jangan kau lakukan terhadap saudaramu sesama muslim, dan yang kau suka untuk dirimu, lakukanlah sedemikian terhadap saudaramu sesama muslim, dan ini termasuk dari ghoro ibul ilmi (ilmu yang ganjil-ganjil)." Nabi Muhammad s.a.w. menjelaskan bahawa persiapan untuk maut itu termasuk pokok dari ilmu, kerana itu harus diutamakan sebelum lain-lainnya.

Abdullah bin Miswar berkata bahawasanya Nabi Muhammad s.a.w. membaca ayat yang berbunyi: Faman yaridillah an yahdiyahu yasy-rah shadrahu lil islam, waman yurid an yudhillahu yaj'al shadrahu dhayyigan harajan, ka' annama yash-sh'adu fissamaa'i. (yang bermaksud) Maka siapa yang dikehendaki mendapat hidayat, dilapangkan dadanya untuk menerima Islam, dan siapa yang dikehendaki oleh Allah kesesatan maka menjadikan dadanya sempit sukar, bagaikan akan naik kelangit. Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Nur Islam jika masuk kedalam hati maka lapanglah dada." Nabi Muhammad s.a.w. lau ditanya: "Apakah ada tandanya?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Ya, menjauh dari tempat-tempat tipuan dan condong pada tempat yang kekal dan bersiap-siap menghadapi maut sebelum tibanya."

Ja'far bin Barqaan dari Maimun bin Mahran berkata bahawasanya Nabi Muhammad s.a.w. ketika menasihati seseorang bersabda yang bermaksud: "Pergunakanlah lima sebelum tibanya lima, Mudamu sebelum tu amu, sihat mu sebelum sakit mu, longgar mu (kelapangan) sebelum sibuk mu, kaya mu sebelum kekurangan mu (miskin) dan hidup mu sebelum mati mu."

Dalam pelajaran ini Nabi Muhammad s.a.w. telah menghimpunkan ilmu yang banyak, sebab seseorang dewasa akan dapat berbuat apa yang tidak dapat dilakukan sesudah tua, pemuda jika biasa berbuat dosa, sukar baginya menghentikannya jika telah tua, maka seharusnya seorang pemuda membiasakan dirinya berbuat baik dimasa muda supaya ringan baginya melakukannya apabila telah tua. Demikian pula ketika sehat sebelum sakit, seharusnya masa sehat itu digunakan untuk lebih rajin berbuat amal soleh, sebab jika telah sakit pasti lemah badannya dan kurang kekuasaan dalam mempergunakan harta kekayaannya. Demikian dimasa luang sebelum sibuk, yakni diwaktu malam yang lapang, sedang diwaktu siang sibuk, kerana itu hendaklah sembahyang malam dan puasa siang terutama dimusim dingin sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w. : "Musim dingin itu keutungan bagi seorang mukmin, panjang malamnya maka digunakan untuk sembahyang, dan pendek siangnya maka digunakan puasa."

Dalam lain riwayat: "Malam itu panjang maka jangan kau singkat dengan tidurmu, dan siang itu terang maka jangan kau gelapkan dengan dosa-dosamu." Demikian pula gunakan kesempatan masa kaya dan cukup sebelum masa berkurang dan miskin, yakni dimasa kau masih merasa serba kecukupan dan tidak berhajat kepada apa yang ditangan orang. Dan terutama masa hidup sebelum mati, sebab tiap detik dari hidupmu itu sebagai permata yang sangat besar harganya bila kau gunakan benar-benar untuk kesejahteraan dunia dan akhiratmu.

Ada peribahasa Persia yang demikian ertinya: Jika kau masih kecil bermain bersama anak-anak kecil dan bila telah remaja lupa kerana banyak hiburan, lalu bila tua lemah dan tidak kuat, maka bilakah akan beramal untuk Allah s.w.t, sebab bila telah mati tidak akan dapat berbuat apa-apa bahkan semua amal perbuatan telah terhenti, kerana itu harus kau gunakan benar-benar masa hidup untuk segala sesuatu yang akan membawa keselamatan dunia akhirat, dan bersiap-siap menghadapi maut yang sewaktu-waktu akan tiba kepadamu.

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. melihat Malaikat Maut didekat kepala seorang sahabat Anshar, maka Nabi Muhammad s.a.w. berkata kepadanya: "Kasihanilah sahabatku kerana ia seorang mukmin." Jawab Malaikat Maut: "Terimalah khabar baik hai Muhammad, bahawa aku terhadap tiap mukmin sangat belas kasihan, demi Allah, ya Muhammad, aku mencabut roh seorang anak Adam, maka bila ada orang menjerit dari keluarganya, aku katakan: "Mengapa menjerit, demi Allah kami tidak berbuat aniaya dan tidak mendahului ajalnya, maka kami tidak ada salah dalam mencabut rohnya, maka bila kamu rela dengan hukum Allah kamu mendapat pahala, dan jika kamu murka dan mengeluh kamu berdosa, dan kamu usah mencela kami, sebab masih akan kembali maka berhati-hatilah kamu. Dan tiada penduduk rumah batu atau bambu, kain bulu didarat atau laut melainkan aku perhatikan wajahnya tiap kali lima kali, demi Allah ya Muhammad andaikan aku akan mencabut roh nyamuk tiada dapat kecuali bila mendapat perintah dari Allah s.w.t. untuk mencabutnya."

Abu Said Alkhudri r.a. berkata bahawa Nabi Muhammad s.a.w. melihat orang-orang yang tertawa maka Baginda s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Andaikan kamu banyak ingat mati yang menghapuskan kelazatan, nescaya kamu tidak sempat sedemikian." "Sesungguhnya kubur itu adakalanya sebagai kebun dari kebun-kebun syurga atau salah satu jurang neraka."

Umar r.a. berkata kepada Ka'ab: "Terangkanlah kepada kami tentang maut." Ka'ab berkata: "Maut itu bagaikan pohon berduri dimasukkan kedalam tubuh anak Adam, maka tiap duri berkait dengan urat, lalu dicabut oleh seorang yang kuat sehingga dapat memutuskan apa yang terputus, dan meninggalkan apa yang masih tinggal."

Sufyan Atstsauri jika ingat mati, maka ia tidak berbuat apa-apa sampai beberapa hari, bahkan jika ditanya masalahnya, ia hanya menjawab: "Tidak tahu." Seorang hahim berkata: "Tiga macam yang tidak layak dilupakan oleh seorang yang sihat akalnya iaitu rosaknya dunia dan perubahan-perubahannya, dan maut, dan kerosakan-kerosakan apa yang didunia, yang tidak dapat dielakkan."

Hatim al-Asham berkata: "Empat macam yang tidak dapat menilai dan merasakannya kecuali empat iaitu HARGA (NILAI) KEPEMUDAAN tidak diketahui kecuali oleh orang yang telah tua, HARGA KESIHATAN tidak diketahui benar-benar oleh orang kecuali oleh orang-orang yang sakit, HARGA KESELAMATAN tidak dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang kena bala dan HARGA NILAI HIDUP tidak diketahui benar-benar kecuali oleh orang-orang yang telah mati."

Abul-Laits berkata: "Keterangan ini sesuai dengan hadis yang tersebut iaitu: Jagalah lima sebelum tibanya lima lawannya."

Abdullah bin Amr bin Al-Ash berkata: "Ayahku sering berkata: "Saya hairan kepada orang yang sihat akal dan lidahnya ketika dihinggapi maut mengapa tidak suka menerangkan sifat maut itu." Kemudian ia dalam sakaratul maut itu sedang masih sedar akalnya saya berkata kepadanya: "Ayah, kau dahulu hairan terhadap orang yang sihat akal dan lidahnya mengapa tidak menceritakan tentang hal maut?" Jawab Amr: "Anakku, maut itu sangat ngeri dan dahsyat, tidak dapat disifatkan tetapi saya akan menrangkan sedikit kepadamu, demi Allah s.w.t., ia bagaikan bukit Radhwa diatas bahuku, sedang rohku seakan-akan keluar dari lubang jarum, sedang dalam tubuhku seplah-olah ada pohon berduri, sedang langit seakan-akan telah rapat dengan bumi sedang saya ditengah-tengahnya. Hai puteraku, sebenarnya aku telah mengalami tiga masa, pertama saya kafir dan berusaha benar untuk membunuh Nabi Muhammad s.a.w., maka alangkah celaka diriku sekiranya aku mati pada masa itu. Kkedua, kemudian aku mendapat hidayat sehingga masuk Islam dan sangat cinta pada Nabi Muhammad s.a.w. sehingga saya selalu diangkat menjadi pemimpin pasukan yang dikirimnya, alangkah bahagianya sekiranya saya mati ketika itu, nescaya saya akan mendapat berdoa restu Nabi Muhammad s.a.w., kemudian ketiga, kami sibuk dengan urusan dunia, kerana itu saya tidak ketahui bagaimana keadaanku disisi Allah s.w.t." Abdullah berkata: Maka saya tidak bangun dari tempatnya sehingga mati disaat itu. Rahimahullah."

Syaqiq bin Ibrahim berkata: "Orang-orang sependapat dengan aku dalam empat macam tetapi perbuatan mereka berlawanan. Pendapat aku yang pertama mereka mengaku hamba Allah tetapi berbuat seperti orang yang merdeka bebas, mereka mengaku Allah s.w.t. menjamin rezeki tetapi hati tidak tenang bila tidak ada kekayaan ditangan mereka, mereka mengaku akhirat lebih baik dari dunia tetapi mereka hanya mengumpulkan harta untuk dunia semata-mata dan mereka mengaku pasti mereka akan mati tetapi berbuat seperti orang yang tidak akan mati."

Abud-Dardaa atau Salman Alfarisi atau Abu Dzar r.a. berkata: "Tiga macam mengkagumkan aku sehingga aku tertawa, dan tiga yang menyedihkan aku hingga aku menangis, adapun yang mentertawakan aku ialah, orang yang panjang angan-angan hidup padahal ia dikejar oleh maut, dan sama sekali tidak memikirkan akan mati, orang yang lupa terhadap maut padahal maut tidak lupa padanya dan orang yang tertawa padahal ia belum mengetahui apakah Allah s.w.t. ridha padanya ataupun murka. Adapun yang menangiskan aku ialah berpisah dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad s.a.w. dan kawan-kawannya, memikirkan dahsyatnya maut bila tiba saatnya dan memikirkan kelak bila berhadapan kepada Allah s.w.t., akan diperintahkan kemana aku ini, apakah ke syurga atau keneraka."

Nabi Muhammad s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Andaikan binatang-binatang itu mengetahui tentang mati sebagaimana yang kamu ketahui nescaya kamu tidak dapat makan daging binatang yang gemuk selamanya."

Abu Hamid Allafaf berkata: "Siapa yang sering ingat mati, maka dimuliakan dengan tiga macam iaitu segera bertaubat dan terima terhadap rezeki (tidak tamak) dan tangkas beribadat. Sedangkan yang selalu lupa akan mati, terkena akibat tiga macam juga iaitu menunda-nunda taubat, tamak dalam rezeki dan malas beribadat."

Nabi Isa a.s. biasa menghidupkan orang mati, maka ditegur oleh orang kafir dengan berkata: "Kau hanya dapat menghidupkan orang yang baru mati, kemungkinan belum mati benar orang itu, maka cuba hidupkan orang yang dulu-dulu itu." Nabi Isa a.s. pun berkata: "Kamu pilih sendiri siapa yang kamu minta saya hidupkan." Mereka berkata: "Hidupkan Sam bin Nuh a.s.." Lalu nabi Isa a.s. pergi kekuburnya dan disana didirikan sembahyang dua raka'at dan berdoa kepada Allah s.w.t. maka Allah s.w.t. menghidupkan Sam bin Nuh a.s. dalam keadaan rambut dan janggutnya telah putih, maka ditanya oleh Nabi Isa a.s.: "Mengapa kamu berubah padahal pada waktu kamu mati dahulu belum ada uban?" Jawab Sam bin Nuh a.s.: " Ketika aku dengar panggilan untuk keluar aku kira hari kiamat kerana itu rambutku langsung menjadi putih kerana ketakutan." Lalu ditanya lagi: :Berapa lama kamu matu?" Jawab Sam: "Sejak empat ribu tahun yang lalu dan belum hilang rasa pedihnya maut!"

Tiada seorang mukmin mati melainkan ditawarkan kepadanya kembali hidup didunia, tetapi ia menolak kerana beratnya sakaratul maut, kecuali orang yang mati syahid, mereka tetap ingin hidup kembali didunia untuk berperang dan mati syadih lagi, sebab mereka tidak merasakan sakitnya sakaratul maut, juga kerana merasakan kebesaran kehormatan orang yang mati syahid disisi Allah s.w.t.

Ibrahim bin Ad'ham ketika ditanya: "Mengapakah kau tidak mengajar?" Jawabnya: "Saya masih sibuk dengan empat macam, bila selesai urusan empat macam itu saya dapat mengajar." Ditanya lagi: "Apakah yang empat macam itu?" Jawabnya: "Saya sedang memikirkan yaumul mistaq ketika Allah s.w.t. menentukan Anak Adam. Mereka ini untuk syurga dan mereka ini untuk neraka, saya tidak mengetahui termasuk golongan yang mana satu. Saya juga memikirkan kejadian manusia ketika diperut ibunya ketika akan diberi roh dan Malaikat disuruh mencatat untung atau celaka, sayapun tidak mengetahui dari golongan manakah saya, saya juga memikirkan nanti dimasa malakulmaut datang kepadaku lalu bertanya kepada Allah s.w.t.: Apakah roh orang ini digolongkan orang muslimin atau bersama orang kafir, sayapun belum mengetahui bagaimana jawab Allah s.w.t. kepada malaikat itu dan yang terakhir saya memikirkan tentang ayat yang berbunyi Wan tazul yauma ayyuhal mujrimum. (Yang bermaksud) Berpisahlah kamu hari ini hai orang yang derhaka. Saya belum mengetahui dalam golongan manakah saya ini."

Abul-Laits berkata: "Sungguh untung orang -orang yang diberi Allah s.w.t. pengertian dan disedarkan dari kelalaian, dan dipimpin sehingga berfikir bagaimana akhirnya mati. Semoga Allah s.w.t. menjadikan penghabisan umur kami dalam kebaikan, serta mendapat khabar gembira, sebab orang mukmin pasti mendapat khabar gembira ketika maut, iaitu dalam ayat Innal ladziina qaalu robbunallahu tsummas taqaamu tatanazzalu alaihimul malaikatu alla takhaafu wala tahzannu, wa absyiru biljannatillati kuntum tuu'adun. Nahnu auliyaa'akum fil hayaatiddunya wafil akhiroti. (Yang bermaksud) Sesungguhnya orang-orang yang beriman, percaya benar-benar kepada Allah dan Rasullullah, kemudian tetap istiqomah dalam menunaikan kewajipan dan meninggalkan larangan istiqamah dalam kata dan perbuatannya mengikuti benar-benar sunnatur Rasul, maka akan datang kepadanya Malaikat menyampaikan khabar gembira. kamu jangan takut dan jangan susah, dan bergibaranlah kamu akan mendapat syurga yang dijanjikan, kepadamu. Sebagaimana diterangkan oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Khabar gembira itu terdapat dalam lima bentuk:

· Untuk orang awam yang mukmin diberitahu: Jangan takut, kamu tidak akan kekal dalam neraka bahkan kamu tetap akan mendapat syafaat para Nabi-nabi dan orang-orang solihin, dan jangan sedih atau berduka atas kekurangan pahala dan kamu pasti masuk syurga.

· Untuk orang yang ikhlas: Kamu jangan khuatir, kerana amalmu telah diterima, dan jangan sedih terhadap kekurangannya pahala, kerana kamu pasti mendapat pahala berlipat ganda.

· Untuk orang-orang yang bertaubat: Kamu jangan khuatir terhadap dosa-dosamu, maka semua sudah diampuni, dan jangan sedih terhadap pahala, pasti kamu dapatkan atas amalmu sesudah taubat.

· Untuk orang-orang yang zahid. Kamu jangan khuatir mahsyar atau hisab, dan jangan berduka sebab akan dikurangi pahalamu yang berlipat-lipat ganda itu, dan terimalah khabar gembira bahawa kamu akan masuk syurga tanpa hisab.

· Untuk ulama yang mengajarkan kebaikan pada manusia. Kamu jangan takut dari dahsyat hari kiamat, dan jangan berduka sebab Allah s.w.t. akan membalas amalmu dengan syurga, juga orang-orang yang mengikuti jejakmu.

Dan sungguh untung orang yang mendapat berita gembira pada ketika matinya, sebab berita gembira hanya untuk orang mukmin yang baik amal perbuatannya maka turunlah Malaikat kepadanya lalu bertanya: "Siapakah kamu, kami tidak melihat muka yang lebih elok dari kamu dan yang lebih harum dari baumu?" Jawab Malaikat: "Kamu dahulu kawanku yang mencatat amalmu ketika didunia, dan kami juga menjadi kawanmu diakhirat."

Maka seharusnya bagi orang yang berakal sedar dari kelalaiannya, dan tanda kesedaran itu ada empat iaitu:

§ Mengatur urusan dunia dengan tenang dan merasa masih banyak waktu.

§ Memerhatikan urusan akhirat dengan cermat dan sungguh kerana merasa waktunya mendesak dan tidak dapat ditunda.

§ Mengatur urusan agama dengan rajin-rajin mencari ilmunya.

§ Bergaul dengan sesama makhluk dengan saling nasihat dan sabar, dan yang paling utama ialah orang yang mempunyai lima sifat iaitu:

§ (1)Tekun beribadat kepada Tuhan

§ (2)Sangat berguna terhadap sesama manusia

§ (3)Semua orang merasa aman dari gangguan

§ (4)Tidak iri terhadap orang lain

§ (5)Selalu bersiap untuk menghadapi maut.

Ketahuilah saudara bahawa kami dijadikan untuk mati, dan tidak dapat lari daripadanya. Firman Allah s.w.t. yang berbunyi: Innaka mayyitun mainnahum mayyitun Engkau akan mati dan mereka juga akan mati. Dan Firman Allah s.w.t. Qul lan yanta'akumul firaaru in farartum minal mauti awil qatli katakanlah: (Yang bermaksud) Tidak akan berguna bagimu lari menghindari maut, jika kamu lari dari maut atau perang, kerana demikian keadaannya maka kewajipan seorang muslim harus siap-siap benar untuk maut sebelum tibanya. Firman Allah s.w.t. yang berbunyi: Walan yatamannauhu abada in kuntum shadiqin (Yang bermaksud) Inginkanlah mati jika kau benar-benar dalam imanmu.Firman Allah s.w.t. lagi Walan yatamannauhu abada bima qoddammat aidihim.(Yang bermaksud) Dan mereka tidak akan ingin mati kerana mengetahui amal kejahatan dirinya.

Dalam kedua ayat ini maka nyatalah Allah s.w.t. menjelaskan bahawa seseorang yang benar-benar beriman dan ikhlas kepada Allah s.w.t. tidak gentar akan mati bahkan rindu kepada kematian untuk segera bertemu dengan Allah s.w.t. dan sebaliknya orang munafik, ia akan lari kerana merasakan amal perbuatannya sangat sedikit.

Abud-Dardaa r.a. berkata: "Saya suka kepada kemiskinan kerana itu sebagai tawadhu' merendah diri kepada Tuhanku, dan aku suka penyakit sebab itu sebagai penebus dosa, dan aku suka kepada kematian kerana rindu kepada Tuhanku."

Abdullah bin Mas'uud r.a. berkata: "Tiada seorang yang hidup melainkan mati itu lebih baik baginya, jika ia baik, maka firman Allah s.w.t. (Yang berbunyi) Wama indallahi khoirun lil abrar (Yang bermaksud) Apa yang disediakan oleh Allah lebih baik bagi orang yang bakti taat. Dan bila ia derhaka, maka friman Allah s.w.t. (Yang berbunyi) Inamma numli lahum liyazdadu itsma walahum adzabun muhim. (Yang bermaksud) Sesungguhnya Kami membiarkan mereka supaya bertambah dosa, dan untuk mereka bersedia siksa yang sangat hina.

Anas r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Almautu rahitul mu'min (Yang bermaksud) "Mati itu bagaikan kenderaan seorang mukmin. Ibn Mas'ud r.a. berkata: Nabi Muhammad s.w.t. ditanya: "Siapakah mukmin yang utama dan yang manakah yang terkaya?" Rasullullah s.a.w. menjawab: "Yang terbaik budi akhlaknya, dan mukmin yang terkaya ialah yang banyak ingat mati dan baik persediaannya."

Nnabi Muhammassd s.a.w bersabda yang bermaksud: "Orang yang sempurna akal ialah yang selalu memeriksa dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati. Sedang yang bodoh ialah yang selalu menurutkan hawa nafsunya, dan mengharapkan pengampunan Allah."(Yakni tanpa amal).








"Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berbahaslah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik; sesungguhnya Tuhanmu Dialah jua yang lebih mengetahui jalan orang yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah jua yang lebih mengetahui akan orang yang mendapat hidayah petunjuk."
(Surah an-Nahl: ayat 125)

Mengumpat Yang DiBenarkan

Al-Imam Al-Ghazali dan Al-Imam Al-Nawawi mendedahkan kepada kita 6 keadaan perbuatan mengumpat itu dibolehkan oleh Syarak.

Kesimpulannya adalah seperti berikut

1. Orang yang dizalimi membuat aduan kepada pihak pemerintah seperti Khalifah dan hakim ataupun kepada orang yang mempunyai kemampuan berkaitan dengan individu yang menzaliminya agar kezaliman itu akan dibanteras.

2. Perbuatan mengumpat ( mendedahkan ) itu adalah bertujuan untuk membasmi kemungkaran seperti apabila seseorang berkata kepada orang yang mempunyai kemampuan untuk mengubah kemungkaran "Si Fulan melakukan kemungkaran maka cegahlah ia daripada kemungkaran tersebut". Namun hendaklah niat mengumpat atau pendedahan tadi semata-mata kerana ingin mencegah kemungkaran.<

3. Meminta fatwa daripada seorang mufti yang mana orang yang bertanya terpaksa menggunakan umpatan bagi menjelaskan masalahnya kepada sang mufti. Contohnya si penanya bertanya "Ayah saya menzalimi saya kerana sebab begini dan begini. Bagaimanakah cara untuk saya mendapatkan hak saya?"

4. Memberikan peringatan kepada para muslim terhadap kejahatan seseorang agar setiap orang dapat menghindari kejahatannya.

5. Apabila seseorang itu menzahirkan kemungkaran yang dilakukannya. Maka ketika itu tidak mengapa seandainya kita menghebahkan kepada masyarakat kejahatan yang dilakukannya kerana dia sendiri telahpun menzahirkan kejahatannya secara terang-terang. Walaubagaimanapun kejahatan yang dibenarkan untuk didedahkan hanyalah perbuatan munkar yang dilakukannya secara terang-terangan. Adapun kejahatan lain yang dilakukannya secara bersembunyi maka haram hukumnya untuk didedahkan kepada masyarakat umum.

6. Mengumpat dengan tujuan mengenali seseorang. Apabila seseorang individu dikenali dengan sesuatu aib yang ada pada dirinya maka kita boleh menggunakan gelarannya yang merupakan aib tersebut atas tujuan untuk mengenali orang tersebut. Namun kebenaran ini dibolehkan dengan syarat si pemilik aib tersebut tidak merasa marah dengan gelaran aib yang disandarkan kepadanya selepas gelaran tersebut dikenali oleh orang ramai.








"Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berbahaslah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik; sesungguhnya Tuhanmu Dialah jua yang lebih mengetahui jalan orang yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah jua yang lebih mengetahui akan orang yang mendapat hidayah petunjuk."
(Surah an-Nahl: ayat 125)

Tuesday, November 11, 2008

Budaya merendah diri bentuk masyarakat mesra, bersatu padu

SEBUAH keluarga diselimuti suasana damai atau masyarakat yang hidup dalam harmoni, sejahtera dan permai menjadi dambaan semua insan. Namun, jika masyarakat memiliki sifat bakhil, sombong, pasti suasana kehidupan seperti diharapkan itu tidak tercapai.

Oleh itu, setiap anggota masyarakat harus insaf hidup bermasyarakat perlu mempunyai sifat mahmudah yang ditunjukkan junjungan besar Nabi Muhammad SAW dan antara sifat terpuji itu ialah tawaduk. Tawaduk dari segi bahasa bermakna merendahkan diri, tidak angkuh atau sombong. Dari segi istilah membawa maksud tunduk dan akur kepada segala kebenaran dan menerima kebenaran itu.

Sifat tawaduk sinonim dengan keperibadian anbia, Rasulullah SAW dan sahabatnya. Inilah pakaian jiwa orang beriman dan taat dengan segala perintah Allah. Bagaimanakah mengenali tanda sifat tawaduk? Syeikh Ahmad Ibn ‘Athaillah dalam kitab al-Hikam menyenaraikan empat tanda iaitu:

l Tidak marah apabila dimaki.

l Tidak benci apabila dicela atau dituduh sombong.

l Tidak haloba pangkat dan darjat di kalangan orang ramai.
l Tidak rasa dirinya termasuk orang yang disegani dalam hati setiap orang.

Keempat-empat tanda dikemukakan di atas membuktikan sifat merendah diri lahir daripada keinsafan melihat kebesaran Allah dan sifat-Nya, bukan dibuat-buat atau lakonan semata-mata. Ekoran itu, apapun yang datang menggoda, dia tetap dengan tawaduknya kerana kefahaman yang sebati dalam batinnya meyakini merendah diri bukan menggambarkan kebodohan dan kelemahan seseorang bahkan Allah mengangkat darjatnya ke tempat yang tinggi di sisi-Nya..

Rasulullah SAW pernah mengungkapkan yang bermaksud: “Dan tidak ada seorang pun yang bersifat tawaduk kerana Allah melainkan Allah mengangkat darjatnya.” (Hadis riwayat Muslim dan At-Tarmizi) Namun ada masyarakat hari ini yang terpesong dalam memahami sifat tawaduk. Mereka hanya memahami tawaduk daripada aspek gaya bercakap lemah-lembut yang menyejukkan hati mendengarnya, bergaul ada batasannya, berpakaian menutup aurat walaupun lusuh dan jika mengambil makanan begitu tertib, berjalan mesti sopan dan tunduk ke bawah berdasarkan firman Allah yang bermaksud: “Dan hamba (Allah) Ar-Rahman (yang diredai-Nya) ialah mereka yang berjalan di bumi dengan sopan santun dan apabila orang berkelakuan kurang adab, hadapkan kata-kata kepada mereka, mereka menjawab dengan perkataan yang selamat daripada perkara yang tidak diingini.” (Surah al-Furqan, ayat 63) Mereka hanya faham sebatas itu saja. Dalam soal lain seperti muamalah, pentadbiran dan ekonomi mereka tidak mengikut acuan syariat Islam sebaliknya menurut telunjuk nafsu sendiri. Gambaran tadi sebenarnya amat jauh daripada mencapai tahap tawaduk.

Tawaduk yang menepati kehendak Islam mengikut Ibn Al-Qayyim ialah tawaduk kepada agama iaitu mematuhi segala perintah Allah, meyakini apa saja yang dibawa Rasulullah SAW.
Sifat tawaduk Rasulullah SAW sepanjang langkah kehidupannya amat mengagumkan. Walaupun Baginda berpangkat Rasul, mulia di kalangan masyarakat dan menjadi insan paling dikasihi Allah, baginda tidak segan dan sombong melakukan pekerjaan dilakukan orang bawahan seperti mengangkat batu ketika membina Masjid Madinah dan menggali parit dalam peperangan Khandaq.

Pada waktu lain, Rasulullah SAW menerima permohonan maaf daripada seseorang, menampung sendiri pakaiannya, menjahit kasutnya dan turut membantu kerja rumah ahli keluarganya. Begitu juga dalam kehidupan sahabatnya seperti Saidina Umar Al-Khattab, meskipun seorang khalifah, beliau berjalan kaki untuk suatu keperluan sehingga kepenatan. Keadaan itu dilihat seorang pemuda yang sedang menunggang himar.

Saidina Umar berkata kepadanya: “Wahai pemuda, bawa aku, aku benar-benar kepenatan”. Pemuda tadi turun dari kaldainya seraya mempersilakan Saidina Umar naik. Saidina Umar menolak dan cuma mahu menumpang di belakang pemuda itu hingga masuk kota Madinah dan orang melihatnya. Begitulah tawaduknya sahabat Nabi SAW. Jika tawaduk diterapkan dalam diri dan keluarga serta masyarakat tanpa mengira pangkat atau keturunan, tentu wujud masyarakat mesra dan bersatu.

Betapa cantik ajaran Islam dan tersiar syiar agama yang suci kerana dengan sifat tawaduk, orang akan hormat kepadanya serta mudah bergaul tanpa rasa malu serta takut. Pada dirinya tidak ada lagi kesombongan dan ingin menunjuk-nunjuk, marah dan merendahkan orang lain. Orang tawaduk dijanjikan Allah syurga seperti sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Tidak akan masuk syurga orang yang ada di dalam hatinya seberat zarah perasaan takbur (sombong).” (Hadis riwayat Muslim)

Kedudukan orang tawaduk sangat mulia dan tinggi di sisi Allah. Rasulullah SAW menggambarkannya dalam hadis bermaksud: “Tawaduk tidak menambah kepada seseorang kecuali ketinggian kerana itu bertawaduklah kamu, semoga Allah meninggikan darjatmu.” (Hadis riwayat Ibn Abu Ad-Dunya)

Demi menyempurnakan keperibadian dan mencapai tahap mukmin sejati, seseorang harus mengamalkan sifat tawaduk dalam kehidupan sehari-hari dan menjauhkan diri daripada sifat takbur, sombong dan ujub yang semua itu hanya mengundang kebencian masyarakat serta memecah belah kesatuan Islam.







"Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berbahaslah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik; sesungguhnya Tuhanmu Dialah jua yang lebih mengetahui jalan orang yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah jua yang lebih mengetahui akan orang yang mendapat hidayah petunjuk."
(Surah an-Nahl: ayat 125)

Tips Menghadapi Gelojak Nafsu

INSAN TELADAN
Wahai para pemuda! Saya kemukakan dua contoh yang besar mengenai kesucian dan budi pekerti luhur, agar dapat diikuti dan diteladani:

i) Nabi Yusof ‘Alaihissalam adalah seorang pemuda yang masih remaja, tampan dan kacak. Seorang wanita jelita yang berpangkat telah menggodanya di dalam sebuah bilik yang tertutup. Dengan kata lain, jalan-jalan untuk melakukan perkara yang terkeji itu telah terbuka seluas-luasnya, seperti mana yang dihikayatkan oleh al-Quran:

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتْ الأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ
Maksudnya:
“Dan perempuan yang Yusuf tinggal di rumahnya, bersungguh-sungguh memujuk Yusuf berkehendakkan dirinya; dan perempuan itupun menutup pintu-pintu serta berkata: “Marilah ke mari, aku bersedia untukmu.”

Apakah pendirian Islam terhadap godaan seperti ini. Ia adalah fitnah yang mengabui pandangan?

Adakah jiwa Nabi Yusof ‘Alaihissalam menjadi lemah lalu berserah dan mengkhianati kehormatan yang diamanahkan kepadanya? Tidak sekali-kali, sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta‘ala telah berfirman:

قَالَ: مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
Maksudnya:
“Yusuf menjawab: “Aku berlindung kepada Allah (dari perbuatan yang keji itu); sesungguhnya Tuhanku telah memeliharaku dengan sebaik-baiknya; sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan berjaya.”

Isteri pembesar itu telah cuba membuat tipu-daya dan perancangan jahat. Ia menggunakan segala apa yang ada padanya sama ada dengan cara menggoda atau mengancam untuk melembutkan kekerasan Nabi Yusof ‘Alaihissalam dan menurunkannya dari tahta kemulian. Akhirnya wanita itu mengisytiharkan kepada suatu kumpulan wanita dengan perasaan sempit dada dan amat marah:

وَلَقَدْ رَاوَدتُّهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونَ مِنَ الصَّاغِرِينَ
Maksudnya:
“Sebenarnya aku telah memujuknya berkehendakkan dirinya tetapi ia menolak dan berpegang teguh kepada kesuciannya; dan demi sesungguhnya kalau ia tidak mahu melakukan apa yang aku suruh tentulah ia akan dipenjarakan, dan akan menjadi dari orang-orang yang hina.”

Akan tetapi, pemuda yang bernama Nabi Yusof ‘Alaihissalam menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa ta‘ala secara total dengan memohon pertolongan dan perlindungan daripada Allah Subhanahu wa ta‘ala:

رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنْ الْجَاهِلِينَ
Maksudnya:
“Wahai Tuhanku! Aku lebih suka kepada penjara dari apa yang perempuan-perempuan itu ajak aku kepadanya. Dan jika Engkau tidak menjauhkan daripadaku tipu daya mereka, mungkin aku akan cenderung kepada mereka, dan aku menjadi dari orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya.”

Itulah fitnah di antara hati seorang mukmin yang takutkan Allah dengan godaan dosa. Maka gagallah godaan dan menanglah keimanan.

ii) Seorang wanita pada zaman pemerintahan ‘Umar Ibn al-Khattab Radiallahu‘anhu, suaminya telah lama keluar pergi berjihad. Hati wanita itu amat merinduinya kerana tinggal bersendirian. Pelbagai bisikan mengancamnya. Darah kewanitaannya telah mulai memberontak. Keinginan nalurinya semakin memuncak. Tiada apa yang dapat menghalangnya dari melakukan perkara yang haram itu melainkan dinding keimanannya dan kesedaran pengawasan diri terhadap Allah. Pada suatu malam gelap gelita Saidina ‘Umar telah mendengar wanita itu bermadah:

لقد طال هذا الليل واسود جانبه
وأرقني ألا حبيب ألاعبه
فوالله لو لا الله تخشى عواقبه
لحرك من هذا السرير جوانبه
Maksudnya:
“Malam ini telah berpanjangan dan segenap penjurunya sangat gelap; namun amat menyedihkan aku kerana tiada kekasih yang dapatku bermanja dengannya.”
“Demi Allah, kalaulah tidak kerana takutkan balasan daripada Allah nescaya penjuru-penjuru katil ini akan bergoncang.”

Pada hari yang berikutnya, ‘Umar Radiallahu‘anhu menemui anak perempuannya Hafsah Ummul Mukminin seraya bertanya: “Berapa lamakah seorang isteri sanggup bersabar jika suaminya tiada di sisinya?” Beliau berkata: “Empat bulan”

Khalifah ‘Umar pun mengutuskan wakilnya kepada pemimpin-pemimpin tentera yang sedang berada di medan perang. Beliau menyuruh mereka agar tidak menghalang seorang tentera pun daripada berusua keluarganya lebih dari empat bulan.

Itulah fitnah di antara rasa ketakutan wanita mukminah kepada Allah dengan ransangan yang menarik kepada dosa dan maksiat. Akhirnya, ransangan itu tewas dan menanglah iman.

EMPAT PERKARA PILIHAN
Saya bawakan di sini kata-kata yang menarik oleh penulis agung Ustaz ‘Ali al-Tantawi. Ianya menggambarkan satu corak kesedaran Islam semasa kepada para pemuda. Suatu contoh yang unggul kepada orang yang mempunyai kefahaman yang mendalam dan ia adalah penawar yang menenangkan kerana terkandung di dalamnya kebenaran yang berhikmah dan pengajaran yang baik.

Beliau mengatakan di dalam risalahnya yang bertajuk: “Wahai Anakku”:-

Kenapa kamu menulis kepadaku secara tidak tegas dan malu-malu?

Adakah kamu menyangka kamu sahaja yang merasa kepanasan syahwat, dan tiada orang lain lagi yang meresa sedemikian?!

Tidak, wahai anakku, bertenanglah! Perkara yang engkau adukan bukanlah dialami oleh engkau sahaja, tetapi ia adalah penyakit yang menimpa semua orang muda. Sekiranya aku berpeluang menjampi untuk menghilangkan apa yang dialami oleh engkau, sedang engkau berusia tujuh belas tahun, sudah pasti telah lama aku menjampi mereka yang selain daripada engkau, sama ada mereka yang masih kecil atau telah besar. Malangnya, telah berlarutan gejala hilangnya dari mata mereka kelazatan rasa mengantuk, pelajar melarikan diri daripada pembelajaran, pekerja melarikan diri daripada pekerjaannya, dan peniaga melarikan diri daripada perniagaannya.

Apakah yang harus dilakukan oleh golongan muda dalam jangka usia seperti ini. Iaitulah usia membaranya api syahwat sehingga menggegarkan seluruh badan, yang membuatkan seseorang itu sentiasa resah dan gelisah.

Apakah yang mesti ia lakukan? Inilah masalahnya.

Sunnatullah dan tabiat diri mengatakan kepadanya: “Berkahwinlah.”

Manakala situasi masyarakat dan cara-cara pendidikan mengatakan: “Pilihlah salah satu daripada tiga perkara, semuanya adalah buruk. Awasilah yang keempat, janganlah kamu berfikir tentangnya; sedangkan ia adalah baik, iaitulah perkahwinan.”

i) Sama ada jiwa engkau melayani sangkaan-sangkaan yang tercetus dari naluri dan impian syahwat. Engkau memikirkannya berpanjangan, engkau menyuburkannya dengan cerita-cerita atau filem-filem lucah dan gambar-gambar pelacur. Semua itu menguasai diri, pendengaran dan penglihatan engkau. Ke mana sahaja engkau menjatuhkan pandangan, tiada lain yang engkau ternampak melainkan gambar-gambar yang menggoda dan menipu-daya. Ianya kelihatan di dalam buku ketika mana engkau membukanya. Ianya kelihatan di permukaan bulan ketika engkau memandangnya. Ianya kelihatan di ufuk merah, di kegelapan malam, di dalam mimpi sedar dan mimpi ketika tidur…

أريد لأنسى ذكرها فكأنما
تمثل لي بكل سبيل
Maksudnya:
“Aku ingin melupakannya dari ingatanku, tetapi ia menjelma kepadaku dengan pelbagai cara.”

Hal ini tidak berkesudahan sehinggalah ke peringkat berahi, gila seks dan mengidap penyakit jiwa.

ii) Ataupun kamu melakukan apa yang disebut sebagai ‘kebiasaan yang rahsia’ iaitulah melancap. Para ulama feqah dan penyair telah memperkatakan tentang perkara ini. Meskipun kesan buruknya paling ringan daripada tiga bahaya yang disebut di sini, jika seseorang itu melakukannya secara berlebih-lebihan ia akan merunsingkan diri, menyakitkan badan sehingga pemuda itu kelihatan seperti seorang yang sudah terlalu tua dan tersangat sedih, dan manusia akan melarikan diri daripadanya. Ia juga merasa takut untuk bertemu dengan orang, takut untuk hidup dan melarikan diri daripada cabaran hidup. Orang yang sebegini dianggap telah mati walaupun ia masih hidup.

iii) Ataupun kamu mendambakan diri di lembah kelazatan yang haram. Menyusuri jalan kesesatan. Bermalam di rumah pelacur. Merosakkan kesihatan, usia muda, masa hadapan dan agama dengan kelazatan yang palsu dan sementara. Dari itu, sijil yang ingin diperolehi gagal dicapai, tugas yang dicita-citakan gagal dilaksanakan, ilmu di dada pula tidak dapat ditambah. Tiada lagi faedah dari kekuatan dan usia muda yang ada untuk dijadikan bekal melaksanakan kerja sebagai manusia merdeka.

Dalam hal ini, janganlah kamu merasa telah puas. Tidak sekali-kali. Setiap kali kamu mendapat sesuatu yang kamu inginkan, kamu tamakkan suatu yang lain pula. Seperti orang yang minum air yang masin, ianya akan terus menambah dahaga. Sekiranya engkau telah berpuas dengan seribu wanita, kemudian kamu cintakan seorang lagi wanita lain, sedangkan ia ingin menjauhkan diri daripada engkau, nescaya engkaukan akan terus mengidamkannya dan merasa keperitan dengan kehilangannya, seperti apa yang dirasai oleh orang yang tidak pernah bertemu dengan wanita, walaupun sekali.

Seandainya engkau mendapat semua yang diidam-idamkan, engkau juga berkeupayaan dan mempunyai harta yang cukup, adakah jasad engkau terdaya melayani semuanya? Adakah kesihatan engkau berupaya menanggung segala tuntutan syahwat?

Pada saat itu, segala kekuatan jasad akan tersungkur. Berapa ramai mereka yang kuat perkasa dan telah menjadi jaguh dalam tinju, gusti, lontar jauh, lumba lari dan lain-lain; tewas setelah tunduk kepada syahwat dan terheret dengan ajakan naluri sehinggalah tiada lagi apa-apa kekuatan pada mereka.

Sesungguhnya di antara keajaiban hikmah Allah Subhanahu wa ta‘ala, setiap kebaikan diiringi dengan kebaikan dan kecergasan. Dan setiap kejahatan diiringi dengan kemunduran dan penyakit. Kemungkinan seorang yang tidak menjaga kesucian diri apabila menjangkau usia tiga puluh tahun, ia kelihatan seperti telah berusia enam puluh tahun. Manakala orang yang menjaga kesucian dirinya apabila menjangkau usia enam puluh tahun ia kelihatan seperti pemuda yang berumur tiga puluh tahun.

Antara pepatah orang Barat yang pernah kita dengar, sememangnya ia hak dan benar: “Sesiapa yang memelihara mudanya, maka tuanya akan memeliharanya.” Pepatah ini mengingatkan saya kepada apa yang telah diriwayatkan daripada salah seorang salafussoleh: “Kami telah memelihara anggota-angota ini pada waktu muda, maka Allah memeliharanya pada waktu tua.”

Saya merasakan seolah-olah anda berkata: “Ini adalah penyakit, apakah pula ubatnya?”

Ubatnya, ialah perlunya anda kembali kepada sunnatullah dan tabiat khusus pada sesuatu. Allah Subhanahu wa ta‘ala tidak mengharamkan sesuatu melainkan digantikan dengan suatu yang lain. Allah Subhanahu wa ta‘ala mengharamkan riba dan menghalalkan jual-beli. Allah mengharamkan zina dan menghalalkan perkahwinan. Maka, penawar yang sebenar ialah berkahwin.

Sekiranya, tidak mampu berkahwin, awasilah diri dengan menjaga kehormatan. Saya tidak ingin mengikat topik ini dengan istilah-istilah ilmu jiwa.


PERUMPAMAAN DIKEMUKAKAN OLEH SYEIKH ALI TANTAWI

Lihatlah cerek teh yang dipanaskan di atas api?!

Jika engkau menutup cerek itu dengan rapat lalu meletakkannya di atas api, nescaya wap panas yang terperangkap akan meledak. Sekiranya engkau menebuk lubang pada cerek itu, nescaya air akan meleleh keluar, akhirnya cerek akan terbakar. Apabila engkau sambungkan cerek itu dengan tangkai pemegang, ianya boleh dikawal dengan lebih elok dan selesa.

Keadaan pertama adalah perumpamaan orang yang menyembunyikan syahwat di dalam dirinya. Ia juga sentiasa berfikir dan termenung mengingatkannya.

Keadaan kedua adalah perumpamaan orang yang mengikut jalan yang sesat dan memuaskan dirinya dengan kelazatan yang haram.

Keadaan ketiga adalah perumpamaan orang yang menjaga kehormatan diri. Orang yang menjaga kehormatan diri ialah orang yang menghargai tenaga rohani, akal, hati dan jasadnya. Ia menggunakan segala kekuatan yang tersimpan sepenuhnya. Ia mengeluarkan tenaga yang ada untuk menuju kepada Allah, memperbanyakkan ibadat, membiasakan diri dengan pekerjaan dan menumpukan perhatian membuat kajian. Ia juga menggunakan tenaga jasadnya untuk aktif dalam melakukan latihan kesukanan dan juga latihan pendidikan agama.

Seseorang insan itu – wahai anakku – menyintai dirinya sendiri. Ia tidak mendahulukan orang lain daripada dirinya. Apabila ia berdiri di hadapan cermin dan melihat kebulatan dua belah bahunya, ketegapan dadanya, dan kekuatan dua tangannya; ia merasakan kekuatan tubuh-badannya yang setanding ahli sukan lebih ia sukai dari setiap jasad wanita. Ia tidak ingin mempersia-siakannya dengan menghilangkan kekuataan dan melemahkan otot-otot sehingga tinggal kulit dan tulang sahaja; demi kerana pemudi yang bermata hitam atau bermata biru.

Inilah ubatnya: Perkahwinan adalah penawar yang sempurna. Jika ia tidak mampu berkahwin, maka menjaga kehormatan diri adalah penawar sementara. Tetapi ia adalah penawar yang kuat, bermanfaat dan tidak memudharatkan.

Manakala apa yang diperkatakan oleh mereka yang lalai dan ahli perosak: Penawar penyakit masyarakat adalah membiasakan pergaulan bebas dua jenis jantina sehinggalah hilang ketajaman syahwat. Mereka mencadangkan supaya dibuka kelab-kelab awam agar tiada lagi rumah-rumah pelacur yang tersembunyi. Ini adalah ‘cakap kosong’. Kaum kuffar seluruhnya telah mencuba pergaulan bebas, tetapi tiada apa yan bertambah selain syahwat dan fasad. Sekiranya kita membenarkan kelab-kelab awam dibuka, ia perlu diperluaskan untuk semua golongan muda. Jika begitu, di bandar Kaherah sahaja perlu wujud sepuluh ribu pelacur. Kerana di Kaherah terdapat seratus ribu orang muda sekurang-kurangnya.

Sekiranya kita mengharuskannya kepada pemuda maka mereka tidak perlu lagi berkahwin. Apakah pula yang perlu dilakukan kepada pemudi? Adakah perlu kita membuka kelab-kelab awam yang terdapat di dalamnya pelacur-pelacur lelaki untuk mereka?

Demi Allah, itulah ‘cakap kosong’, wahai anakku!

Apa yang mereka luahkan itu bukanlah lahir dari akal tetapi dari bisikan hati. Mereka tidak ingin membaik-pulih akhlak, membangunkan kaum wanita, mengembangkan tamadun, membangkitkan semangat kesukanan dan membentuk kehidupan yang sempurna. Itu hanyalah ucapan yang diluahkan. Setiap hari direka lafaz yang baru. Ia menjadi momokan manusia hasil daripada propaganda yang mereka lakukan. Apa yang mereka mahukan hanyalah mengeluarkan anak-anak perempuan dan saudara-saudara perempuan kita agar jasad mereka yang zahir dan yang tersembunyi menjadi hidangan mata para pemuda. Seterusnya, mereka merasai keenakan yang halal dan haram. Para pemuda menemani para pemudi secara bersendirian ketika bermusafir. Mereka juga menginginkan kaum lelaki menghadiri majlis tari menari bersama kaum wanita di dalam pelbagai majlis. Sebahagian ibu bapa terpedaya dengan dakyah seperti ini, lalu menggadai maruah mereka agar dikenali sebagai orang yang bertamadun.

Oleh itu, kamu hendaklah berkahwin, wahai anakku. Sekiranya engkau masih lagi belajar dan tidak mempunyai kemampuan untuk berkahwin, maka berpegang-teguhlah kepada Allah dengan mentakutiNya, ‘menenggelamkan’ diri dengan ibadat, belajar, kesenian dan sukan. Ia adalah penawar yang terbaik.

Wahai pemuda dan pemudi!!

Inilah satu-satunya jalan penyelesaian bagi masalah seksual yang kamu hadapi. Berwaspadalah kamu dengan dakyah-dakyah yang dibuat oleh golongan yang mendakwa memperjuangkan kemajuan. Mereka menghias perkara mungkar dan mengindahkan maksiat. Mereka telah mengatakan: Sesungguhnya penyelesaian bagi masalah mendidik naluri ialah dengan pergaulan bebas sejak kecil atau memuaskan kehendak naluri dengan cara yang haram.

Sebenarnya mereka mengatakan suatu yang mereka sendiri tidak fahami dan berbangga dengan suatu yang mereka tidak ketahui. Tanpa disedari, mereka adalah pelaksana perancangan Yahudi dan Salib dan pakatan jahat Freemason dan Komunis. Mereka cuba menarik para pemuda dan pemudi di dalam masyarakat Islam ke kancah maksiat dan kebebasan mutlak. Untuk apakah mereka lakukan semua ini?

Mereka ingin menjauhkan pemuda Islam dari barisan-barisan pejuang dan panji-panji jihad.

Mereka ingin menundukkan kepala pemuda Islam kepada kekuasaan taghut dan zalim.

Mereka juga ingin pemuda Islam bertepuk tangan dan mengalu-alukan apa jua slogan yang dilaungkan, dan menerima pemerintahan mulhid (Tidak bertuhan) atau kufur terhadap Allah Subhanahu wa ta‘ala.

Mereka ingin menjadikan pemuda Islam sebagai binatang ternakan yang diseret dengan tongkat penguasa durjana.

Awasilah – wahai para pemuda – daripada dakyah-dakyah yang menipu ini. Bentengilah diri dengan kesabaran. Ikatlah hati kamu dengan Allah Subhanahu wa ta‘ala. Letakkan mahkota kemuliaan Islam di atas kepala kamu. Tolak secara total segala seruan kebebasan mutlak yang pincang dan keangkuhan mulhid. Dengarlah apa yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa ta‘ala di dalam al-Quran yang diturunkan:

وَلاَ تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Maksudnya:
“Janganlah kamu menurut hawa nafsu suatu kaum yang telah sesat sebelum ini dan telah menyesatkan banyak manusia, dan juga (sekarang) mereka telah tersesat (jauh) dari jalan yang betul.”

PERUMPAMAAN DI DALAM SYAIR IMAM BUSAIRI

Siapakah kiranya yang dapat menolongku untuk mengawal keganasan nafsuku, seperti kuda yang garang itu dapat dikawal dengan tali hidungnya.

Maka janganlah engkau sekali-kali mengharapkan nafsu itu dapat dikalahkan dengan memperturut kehendaknya, bagaikan makanan tidak akan dapat memuaskan nafsu makan, bahkan ia akan ketagihan bila diberi makan.

Nafsu itu tak ubahnya seperti anak kecil yang masih menyusu. Kalau ia dibiarkan ia akan terus menyusu sampai ke tua. Tetapi jika engkau berhentikan, ia akan berhenti.

Maka kendalikanlah hawa nafsumu dan jangan diberikan kesempatan kepadanya untuk menguasai engkau, kerana jika ia berkuasa sudah pasti ia akan membuta dan menulikan.

Jagalah nafsumu baik-baik walaupun ia telah berlegardalam ruang ketaatan, kerana bila sudah menguasai suasana ia akan mengosongkan tujuan ketaatan. Maka janganlah engkau lengah dari mengawasinya.

Berapa banyak ia telah menipu orang. Ia menyajikan makanan yang kelihatannya segar, padahal di dalamnya ada racun yang membunuh. Bukankah racun itu selalunya diletakkan pada makan yang lemak-lemak (sedap).








"Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berbahaslah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik; sesungguhnya Tuhanmu Dialah jua yang lebih mengetahui jalan orang yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah jua yang lebih mengetahui akan orang yang mendapat hidayah petunjuk."
(Surah an-Nahl: ayat 125)

 
Dear Diary Blogger Template